
Kaldera-News adalah website informasi dan berita terdepan dan terpercaya. Saat ini kantor kami berada di Palembang, Sumatera Selatan.
+(62) 85273392008
admin@kaldera-news.com
KALDERANEWS – Dewasa ini masyarakat dunia sudah mulai beradaptasi dengan segala aktivitas yang dilakukan secara virtual. Hal tersebut dikarenakan pandemi COVID-19 yang mengharuskan semua orang untuk mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak, khususnya menghindari kerumunan. Aktivitas kerap dilakukan secara virtual. Kini konser musik pun dapat dilakukan secara virtual dan live untuk mengibur masyarakat secara aman, seperti saat di rumah.
Donny Hardono, pendiri Don Sistem Suara (DSS), mengembangkan teknik untuk melakukan konser secara virtual dengan kualitas baik. Di sisi lain, ia mengadakan konser virtual yang disebut Konser 7 Ruang sebagai upaya memberikan wadah bagi para pekerja seni serta tim produksi untuk tetap dapat bekerja di masa pandemi. Donny mengatakan bahwa konser virtual ini merupakan konsep yang tidak pernah direncanakan sebelumnya.
“Saya mengubah rumah saya menjadi delapan ruangan, yang satu saya pakai untuk control room, yang tujuh untuk semua musisi yang akan saya ajak bekerja sama. Karena dengan tidak dibagi tujuh, saya rasa saya melanggar protokol COVID-19,” ucapnya saat berdialog melalui ruang digital di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jakarta, Kamis (27/8).
Musisi yang diajak bekerja sama pun berjumlah tujuh orang, sehingga setiap ruangan hanya berisikan satu orang saja. Selain melakukan disinfeksi pada ruangan yang digunakan, setiap pihak yang bekerja sama pun juga harus menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Ia mengaku Konser 7 Ruang ini terinspirasi dari kekurangan konser virtual yang biasa dilakukan melalui ruang digital dan mengalami keterlambatan audio serta gambar. Untuk mengindari hal tersebut, konser dapat dibuat dengan menggabungkan beberapa klip video dari setiap musisi. Risikonya, konser tersebut tidak dapat berlangsung secara live karena harus melalui proses editing terlebih duhulu.
“Kemudian saya buat tempat (tujuh ruangan) seperti ini, tanpa ada kelambatan, tanpa harus editing, kita bisa live sampai 10 jam nonstop,” lanjut Donny ketika menjelaskan asal mula dibuatnya Konser 7 Ruang.
Selanjutnya Donny menyampaikan bahwa konser yang diadakan setiap akhir pekan ini berjalan dari hasil pengumpulan donasi. Donasi tersebut lantas dibagikan kepada 77 karyawan perusahaannya, pekerja seni dan tim produksi yang terlibat.
Terakhir, Ia berpesan agar masyarakat tetap tidak keluar dari rumah terkecuali pada keadaan mendesak.
“Saya akan sediakan hiburan (Konser 7 Ruang) ini sampai COVID-19 selesai, di setiap weekend,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Wicaksono Soegandhi atau yang acap dipanggil Nongki menyebutkan bahwa Iluni UI juga tengah mempersiapkan konser virtual sebagai bentuk apresiasi terhadap para relawan, medis maupun nonmedis, bertajuk Konser 75 Suara Perjuangan.
Bekerja sama dengan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, konser akan ditayangkan langsung dari Makara Art Center, Depok, pada hari Jumat, 28 Agustus 2020. Melalui konser ini, musisi dapat kembali tampil di atas panggung. Tak lupa, setiap pihak yang terlibat juga harus menerapkan protokol kesehatan secara disiplin.
“Ini acara bukan pure konser musik tapi merupakan apresiasi terhadap relawan, jadi kita bentuknya storytelling. Jadi nggak hanya para artis itu nyanyi, tapi juga nanti ada monolog-monolog yang diisi oleh para tokoh-tokoh yang sudah meluangkan waktunya untuk berjuang melawan COVID-19 ini,” kata Nongki mengenai konsep dari Konser 75 Suara Perjuangan.
Bagi masyarakat yang ingin menyaksikan konser, dapat membuka tautan www.bit.ly/KONSER75-LOKET atau www.bit.ly/KONSER75-EVENTBRITE dan mendaftarkan diri secara gratis.
Selanjutnya Nongki menutup dengan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk turut menjadi relawan dalam penanganan COVID-19 ini. Dalam artian bahwa menjadi relawan tidak hanya dengan cara bekerja di rumah sakit, namun dengan cara tetap berdiam diri di rumah.
KALDERANEWS - Gugus Tugas Nasional melakukan pemutakhiran data zonasi risiko daerah per 5 Juli 2020 yang menampilkan 104 kabupaten dan kota yang terdaftar dalam zona hijau atau wilayah tidak terdampak COVID-19. Ahli Epidemiologi Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Dewi Nur Aisyah menegaskan bahwa walaupun suatu wilayah dikategorikan sebagai zona hijau, belum tentu wilayah tersebut aman dari penularan COVID-19.
"Warna hijau belum tentu aman. Jadi jangan pernah mengatakan ada wilayah yang aman karena masing-masing wilayah punya risiko," tegas Dewi dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta (8/7).
Dewi menjelaskan bahwa kabupaten/kota yang berada di zona hijau bukan berarti menjadi wilayah yang mutlak aman COVID-19. Gugus Tugas Nasional membuat zonasi wilayah untuk mengukur risiko di sebuah wilayah, seberapa rendah, sedang, atau tinggi berdasarkan 15 indikator kesehatan masyarakat. Kabupaten/kota yang berada di zona hijau diartikan bahwa wilayah tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan zona yang berwarna kuning atau orange dan merah.
Selanjutnya, Dewi juga menjelaskan bahwa pada masa adaptasi kebiasaan baru, pemerintah dengan hati-hati menentukan sektor mana saja yang dapat beroperasi terlebih dahulu. Untuk sektor pariwisata baru hanya dibuka untuk kawasan wisata alam serta konservasi dan baru akan dibuka untuk zona hijau dan kuning.
Pembukaan sektor dan aktivitas di setiap zona juga dilakukan secara bertahap, terlebih dengan adanya peningkatan kasus positif COVID-19 yang masih terus meningkat. Dewi mengimbau kepada masyarakat yang ada di zona hijau atau ingin berpergian ke zona hijau untuk tetap waspada dan tidak menganggap bahwa zona hijau berarti tidak ada potensi penularan COVID-19.
"Jangan menganggap karena zona hijau, kita bisa kesana atau liburan kesana saja. Justru kalau tidak hati-hati nanti jadi sumber penularan dan bisa jadi imported case karena dari luar masuk ke zona hijau. Jadi tidak bisa dengan cepat melihat kalau hijau berarti aman. Intinya kita masih dalam masa-masa yang harus tetap waspada," ujarnya.
Pembagian Zonasi Jadi Evaluasi Kinerja Daerah Dalam Menangani COVID-19
Dinamika perubahan zonasi yang terjadi dapat menjadi evaluasi bagi pemerintah daerah dalam upaya penanganan COVID-19 di daerah masing-masing. Dewi menambahkan bahwa Gugus Tugas Nasional memberikan tenggat waktu dua minggu untuk pemerintah daerah mengevaluasi kinerjanya jika terjadi perubahan zonasi wilayahnya ke arah yang lebih besar risiko terpapar COVID-19, maka sektor tersebut (selain sektor esensial) harus ditutup.
"Jika suatu daerah yang hijau atau kuning berubah jadi orange, tidak serta merta langsung ditutup (sektor wisata yang sudah diizinkan beroperasi). Kita beri waktu dua minggu apakah daerah tersebut bisa kembali menjadi zona hijau atau kuning, dengan begitu pemerintah daerah dapat berusaha dan tahu apa yang harus diperbaiki. Faktor penyebabnya apakah ada angka kematian meningkat atau orang yang dirawat sangat tinggi. Jika dalam dua minggu masa evaluasi tetap di zona orange, maka daerah tersebut harus dilakukan pengetatan dan menghentikan kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk menularkan COVID-19," jelas Dewi.
Lebih lanjut, Dewi menjelaskan jumlah pengetesan di tiap kabupaten/kota berbeda-beda. Hal ini juga dapat tergambar dariangka positivity rate atau tingkat kepositifan dari hasil uji spesimen dengan total jumlah orang yang diperiksa pada setiap wilayah. Hal ini juga digunakan sebagai dasar evaluasi penentuan wilayah mana saja yang jumlah pemeriksaan laboratoriumnya harus ditingkatkan.
Ada pun pengukuran zona dilakukan secara kumulatif mingguan sehingga kurva epidemiologi yang didapatkan bisa lebih menggambarkan kondisi yang terjadi pada wilayah tersebut.
KALDERANEWS – Sejak Presiden Joko Widodo mengumumukan kasus positif COVID-19 masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020, setidaknya telah tercatat lebih dari 63 ribu kasus. Tersebar pada di seluruh provinsi yang ada di Indonesia, wabah yang telah menjadi pandemi ini memberikankan dampak yang beragam terutama bagi masyarakat Indonesia.
Menurut Aris Darmansyah Edisaputra, Staf Ahli bidang Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Ekonomi Kreatif dan Ketenagakerjaan, Kemenko Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan (PMK), setidaknya ada empat kondisi masyarakat Indonesia di tengah pandemik COVID-19.
Pertama, masyarakat yang tidak terpengaruh secara ekonomi sehingga memilih tetap membatasi aktivitas diluar rumah karena semua kebutuhannya sudah terpenuhi. Selanjutnya ada masyarakat yang terpengaruh secara ekonomi sehingga memilih bekerja dengan memperhatikan protokol kesehatan. Contohnya adalah pekerja formal dan pegawai kementerian lembaga.
“Karena di kementerian lembaga sudah pasti di institusinya sudah ada aturan-aturan yang terkait dengan protokol kesehatan ini,” jelas Aris saat sesi Talk Show Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 melalui video daring, Senin (6/7).
Lanjut Aris ada juga masyarakat yang terdampak secara ekonomi sehingga kehilangan sumber pendapatan dan memaksanya keluar serta beradaptasi agar memperoleh sumber pendapatannya kembali. Sedangkan, kondisi yang terkakhir adalah masyarakat yang terdampak dan kehilangan sumber pendapatannya, namun belum mampu untuk beradaptasi.
“Nah ini yang perlu kita sosialisasikan kepada semua elemen masyarakat.”
Sementara pelaksanaan sosialisasi adaptasi kebiasaan baru memliki tantangan yang tidak mudah. Diantaranya seperti, kepatuhan masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan, kebiasaan masyarakat dalam bersosialisasi secara dekat, ketidakpahaman tentang bahaya virus yang tidak kasat mata, serta munculnya berbagai pendapat melalui media sosial yang kurang mendukung upaya pencegahan.
“Mengenai hal ini, masih ada beberapa masyarakat yang menganggap enteng terkait kepatuhan ini,” imbuh Aris dalam memaparkan tantangan sosialisasi.
Pemerintah melalui Kemenko PMK, yang membawahi 7 kementerian dan 14 lembaga telah mengeluarkan beberapa kebijakan. Beragam kebijakan tersebut bersifat sebagai pedoman terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
“Pemerintah tidak membatasi, silahkan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Tetapi, tetap mematuhi protokol-protokol kesehatan,” tegas Aris mengenai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah.
Dikesempatan yang sama, Dr. Kartini Sjahrir, Antropolog dan Penasihat untuk ASEAN institute for Peace and Reconciliation Kementerian Luar Negeri, tantangan yang dihadapi pemerintah sesuai pemaparan Aris memang benar adanya. Sebab tidak mudah dan membutuhkan waktu untuk mengubah perilaku dan budaya masyarakat Indonesia dalam hal menjaga kebersihan utamanya.
“Masyarakat kita kurang disiplin itu ada benarnya, tapi masyarakat sendiri tengah menghadapi culture shock dengan keadaan ini. Contoh social distancing itu adalah suatu term baru dalam budaya Indonesia, bayangkan kita secara fisik dipisahkan,’ ucap Dr. Kartini.
Justru, Dr. Kartini menyatakan bahwa proses perubahan perilaku sekaligus memberdayakan diri kita sendiri ini punya sisi positif. Dari segi pemeliharaan lingkungan melalui penerapan protokol-protokol kesehatan misalnya. Masyarakat menjadi lebih preventif, kaitannya dengan kebersihan dirinya maupun lingkungan sekitarnya.
Dr. Kartini juga melihat banyaknya manfaat terhadap kebiasaan-kebiasaan baru yang saat ini sedang terbentuk, terhadap masa depan. Contohnya, kultur hedonism dan korupsi yang diharapkan berkurang dengan tuntutan hidup sederhana saat ini.
“Kehidupan hedonisme berkurang dan tidak akan seperti dulu, setidaknya dalam jangka waktu lima tahun kedepan,” ucap Dr. Kartini.
Dr. kartini juga menambahkan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengan (UMKM) akan menjadi sektor yang penting dalam tatanan kehidupan yang baru nantinya karena dapat di produksi dari rumah.
Pada akhir dialog, baik Aris maupun Dr. Kartini sepakat bahwa seluruh kalangan masyarakat harus bergerak aktif sebagai bagian dari tanggung jawab bersama. Karena upaya penanganan COVID-19 yang dilakukan pemerintah tidak akan berarti apabila masyarakat tidak ikut serta membantu mewujudkannya.